Langsung ke konten utama

Korelasi agar Terkoneksi

        Boleh jadi saat kau terpaku ragu untuk sekedar menyatakannya, saat itulah semesta melakukan korespondensi bersama tuhan. Membantumu tumbuh kuat. Membimbingmu agar tak kenal penat. Akuilah, sejatinya kau senang jika dibantu. Tapi keduanya seringkali penuh teka-teki. Timbul tiba-tiba tanpa sepengetahuan kita. Karena jika kita tahu pasti apa yang akan terjadi, tidaklah seru bukan? Yakin pasti kiri adalah jurang, kananlah jalan yang mesti kau tempuh. Tak sesederhana itu bung. Ada masanya kita untuk sedikit lebih beda dari biasanya. Jangan menganggap hal baik dapat melahirkan hal baik. Sedang hal jahat dapat menciptakan hal jahat. Itu namanya naif. Lantas, apakah kita layak untuk menentukan pilihan yang dirasa orang sedikit melenceng dari skema aturan yang telah diberikan? Jawabku satu, mungkin. Terkadang pola-pola yang sudah ada mengandung pesan bahwa kita harus membuat sebuah pola yang nantinya bisa menjadi penyempurna bagi yang sebelumnya. Meski ia tak beraturan. Bukan berarti ia tak beretika. Hanya demi menjalankan sebuah kesinambungan yang layak diperjuangkan.
Ini adalah kisah romansa unik dari seorang guru gue di sekolah. Tak ada romantisnya memang. Menurut gue lebih terasa seperti anekdot yang mungkin kalau sekalinya terjadi sama kita, bakal tak percaya itu cerita. Tapi ini sebuah cinta murni yang direstui agama dan diakui negara. Karena dikemas amat cantik dalam sebuah untaian janji suci. Buat gue, itu sudah cukup romantis. Karena hakikat ini hanya bisa di terjemahkan oleh mereka yang mencintai dengan tulus tanpa mengindahkan sebuah status.
           Andai saja waktu meluncur terlambat. Atau bolehlah kita diberi kesempatan untuk merasakan kebahagiaan guru gue tersebut. Tak dapat disangka gue harus terlibat dengan acara penuh sejarah bagi orang lain. Pernikahan. Ya, kudo'akan ini sebagai yang pertama dan terakhir bagi guru gue . Gue dapet kabar ini sewaktu semester 1 kelas XI. Beliau sendiri yang memanggil gue untuk meminta bantuan. Sungguh buat gue itu semacam mimpi di siang bolong atau apapun yang gak mungkin. Bukan soal mereka menikah. Tapi gue  akan diizinkan untuk keluar komplek dengan alasan menjadi perwakilan santri dalam acara tersebut. Dari semua santri. Beratus-ratus tersebut. Kenapa gue yang kepilih. Nyatanya gue ditunjuk sebagai qori (orang yang membaca Al-quran) di acara tersebut. Sebenarnya gue pengen nolak permintaan tersebut. Karena gue tahu betapa repotnya izin ini nanti. Sekedar informasi bahwa pondok pesantren itu amat sangat susah sekali izinnya. Kalau gak sakit, musibah, atau sekarat mungkin, maka habislah kita berjam-jam mengurus izin bermodal permission card berkeliling-keliling hanya demi sebuah coretan tanda tangan. Belum lagi jika berurusan dengan guru yang tingkat curiganya minta ampun. Amboi. Kadangkala harus siap mendengar ocehan bergelora yang sungguh jahat. Amat meremas telinga. Pun sesekali kejam keterlaluan dengan strategi lempar-melempar izin. Setelah ini musti ke beliau. Beliau tersebut bilang seraya mengernyitkan dahi dan merekomendasikan kepada yang terhormat beliau yang di sana. Beliau yang ini pun mengamanahkan hal tersebut agar disampaikan ke beliau yang tadi. Heran betul susahnya.  Ufuk sana lempar sini. Begitu terus saling melempar. Lantas sepucuk kertas tulis tangan dengan jelas perihal izin wajib terlampir. Mohon garis bawahi. Tulis tangan serta rapi dan elok dipandang. Jangan harap hal tersebut mempermudah. Pasti ada saja celanya. Tulisan kayak cacing menari lah. Titik koma yang kurang pas lah. Kertas pun tak sudi jika tidak portofolio. Alamak, beli pula itu kertas. Alhasil, gue terima tawarannya. Sumringah guru gue tersebut. Gue jujur saat itu teriak dalam hati ngapain diterima woyyyy... Sudah terlanjur tak apalah sesekali membantu orang. Apalagi bantuin guru sendiri. Nothing wrong. Lantas beliau memberikan maqro' surat yang harus dibaca saat nanti akad pernikahannya. Gue tanya ke beliau kapan sih acaranya dilaksanakan? Ternyata, 15 maret 2020. 

(1.1)Pernikahan Ustadz Reyhan

        Astaga, masih lama kali. Itu berarti kelas XI semester 2 dan itu pertengahan semester. Ya gue patuh manut aja sih. Saat itulah, kala masjid ramai orang takzim membaca kitab suci. Gumaman-gumaman penuh makna. Serta beberapa kumpulan pengajian rutin di berbagai sudut. Telinga gue seakan mendengar kabar paling bagus sedunia. Merangkai kata-kata paling indah seantero raya. Bahwa perkara ini, gue gak usah risau menapaki alur bedebah izin. Lantaran sebab musabab beliaulah yang mengurus semua keperluan gue nanti. Wadidaw gak tuh? Dream comes true banget ini mah. Hahahaha. Setelah liburan habis dan kembali ke pondok. Kegiatan melalangbuana seperti biasa. Gue sering kumpul ama beliau. Ternyata ada tiga temen gue yang jadi panitia. Bedanya gue ngaji, dua orang menyambut tamu undangan, dan satu lagi si tukang edit, alipcepssss. Kok namanya gitu? Panggilannya cepu. Ok, sangat rasional, sistematis, dan metodis sekali. Dua orang lagi ketua OP3MIA ama bagian kebersihan hidup dan kesehatan.(Apapula hubungannya bagian UKS jadi penyambut tamu?). Korona bro. Gue sih bodo amat, asal acara cepat kelar. Kami briefing semalaman di masjid itu. Sepakat pula kami untuk tak banyak protes. Adalah salah jika nanti kita banyak tanya ke beliau. Bukan main penjelasannya. Cepat, panjang lebar, dan rumit. Pusing kami diajak berkelana memutari kata-kata tak terdeteksi. Loncat sana, balik lagi. Waduh, adalah hal bijak jika kita anggukkan kepala. Patuh manut. Sebenarnya yang ia jelaskan itu-itu mulu. Kami seketika menyambut hari-hari penuh karut marut kebingungan. Suntuk dan kantuk. Tak salah jika mata gue belingsatan terpejam-pejam menanti kata "cukup untuk briefing hari ini". Hal baiknya adalah perjuangan kami berempat setelah ditempa berbulan-bulan sedemikian rupa, paham betul beliau dalam apresiasi. Betapa bijak dia urusan reward. H-3 kami briefing tak seperti biasanya. Seketika kami menjelma menjadi manusia paling perhatian sedunia. Topeng kebaikan dan empati mode on  saat beliau menjelaskan bahwa kami bakal diberi dress code setiap personelnya. Dan itu free, gratis. Bukan pula pinjaman(untuk saat ini gue modal). Dan sebagai bonus, kami boleh keluar komplek pondok dari selesai acara sampai pukul 22.00 malam. Astaganaga, itu sebuah keajaiban membahana. Selepas itu, gue ama temen-temen menjaga betul itu permission card(udah diurus ama beliau). Kami berpedoman bahwa itu benda yang krusial. Item relik. Sangat jarang dan sukar diperoleh cuma-cuma. Tak sampai di situ saja, kami diharuskan mengikuti semacam rapat pernikahan tersebut dengan tujuan bisa berkolaborasi bersama Wedding Organizer

(1.2) Ballroom Hotel Harris

         Tempatnya jangan tanya, Ballroom Hotel Harris bintang empat. Bukan kaleng-kaleng guys! Sejak itulah gue sadar kalau ini bukan guru biasa. Tajir banget ini guru. Beliau juga mengatakan untuk masalah sarapan makan siang sudah ia siapkan. Khusus buat kami. Are you kidding me? Ini sungguh reward yang tak kami duga. Sebenarnya keluar komplek pondok itu udah lebih dari cukup. Jarang sekali kami bisa keluar. Lah, ini? So perfect. Totallity, kami diizinkan untuk keluar pondok selama dua hari berturut-turut. Sungguh, nikmat mana lagi yang kamu dustakan? Kami langsung cengengesan aja. Beliau bilang ini sebagai ucapan terimakasih buat kami yang bersedia membantu beliau. Gue tiba-tiba agak nggak enakan jauh hari sempet ada pikiran nolak tawaran tersebut. Mungkin kita harus lebih peka terhadap orang lain. Sebab mungkin acara tersebut biasa bagi kita, namun boleh jadi amat sangat luar biasa bagi orang. Gue juga baru tahu kalau pernikahan itu termasuk sejarah bagi seseorang. Bahkan seperti membuka lembaran baru bersama orang yang katanya akan menemani kita hingga maut memisahkan. Apalagi buat elu pada yang jomblo. Hahaha.
       Over all, saat hari pernikahan beliau tiba, entah kemana hilangnya nasib baik. Itulah hari dimana kota Solo menetapkan imbauan stay home terkait corona virus disease 2019 ini. Beliau langsung panik setengah mati gara-gara itu semua. Kami juga apa daya. Tapi akhirnya pun kami tetap diperbolehkan mengikuti acara tersebut. Ya bagaimanalah, susah payah memikirkan ini jauh hari. Hotel sudah di-booking, bintang empat pula. Pun belum lagi undangan yang telah tersebar kepada para sahabat, tamu kehormatan, rekan kerja, serta sanak famili kedua keluarga besar. Tak mungkinlah dicancel apalagi dibatalkah. Sungguh tidak manusiawi. Meskipun kita tak boleh abai dengan si bedebah korona ini. Paginya gue habis shalat shubuh udah mandi bersih pake sabun dettol plus dettol antiseptiknya. Demi korona guys, rela dah mandi lama. Lantas pake dress code yang dikasih beliau, pake minyak rambut(ceilah, biar kece donk), bercermin lantar menyisir rambut yang udah berapa kali itu gue nyisir kagak ada puasnya. Sekilas kulihat jam di dinding kamar gue. DAMN IT!!!!. Gue telat lima menit. Ah, kebanyakan bersolek kadang bisa buat lupa waktu. Arhg, gue malu banget sumpah. Pasti mereka udah siap stay di gerbang assalaam ini. Aduhhh, kok gue gini sih. Saat sibuk mencari dalih kenapa gue bisa telat, kesabaran gue diuji di situ sumpah. There is nothing them. Empty. No body. What the fuck?!?!? Gue tanya ama pak satpam barangkali mereka udah lewat atau berangkat gitu. Belum datang. Gue sumpah nyesel asli. Kenapa gue udah buru-buru. Lari pontang-panting. Nafas tersengal macam dikejar anjing. Peluh membasahi tubuh ini. Tidakkah kalian mengerti?
        Gue putuskan buat menunggu itu bocah sambil baca ulang maqro' surat yang diberikan. Pemanasan guys. Kalian mana tahu kalau sejatinya tilawah itu nggak sekedar baca Quran dengan merdu doang. Ada banyak sekali tuntutan dalam melagukan ayat-ayat ilahi tersebut. Kenapa bisa gitu? Kawan, disitulah letak seninya. Ada 7 tingkatan nada dari rendah ke tinggi. Dan masing-masing mempunyai 7 cabang nada turunan. Total 49 nada guys!!! But, semua qori' pasti memiliki gaya dan khas bacaan tersendiri. Ah sudahlah, kalian gak akan mafhum kujelaskan. Just search and see in Google. Btw, 15 menit gue tunggu itu para bocah tengik kagak keliatan juga batang hidungnya. Ini udah telat banget lho. Gue langsung aja tuh balik lagi mau panggilin para mutan(manusia telatan) tersebut. Tengah jalan gue ketemu ama si bapak Ketua OP3MIA bersama si Cepu. Eh, mereka malah bilang gini. "kau dicariin loh sama si Sayyaf!"
(1.3) Semoga langgeng 

       Gue sempat bingung. Ngapain tuh bocah nyariin gue? Ah, gue cari itu anak trus bilang ke Ketua ama Cepu supaya duluan ke pos satpam aja. Sayyaf Althof Syahid Rabbany. Ini sohib gue yang teraneh dan kesal banget sama kelakuannya pagi ini. Sumpah ngapain nyari gue sih. Bukankah semalam kita telah briefing untuk stay di gerbang pondok. Gue udah besar kali, kagak perlu dicariin. Bisa gue datenf sendiri. Alamak itu bocah tak ketemu pula. Kemana rimbanya si bedebah sohib ini. Sungguh kejam persimpangan jalan. Ada dua jalan buat akses ke asrama gue. Ternyata gue lewat jalan kanan. Si bedebah sohib itu lewat kiri. Sewaktu gue tiba di gerbang. Kok jadi seolah-olah gue yang telat sih. Bayangkan gue duduk 15 menit di pos satpam. Gue cari itu para bocah sampe keringetan. Maka tak dapat dipungkiri. Gue murka banget waktu tiba di gerbang sama si bedebah sohib, si Bapak Yth. Ketua OP3MIA beserta si Cepu ngilang. Goblok! Ketelatan macam apa lagi ini woyyyy! Gue tanya pak satpam. Geleng-geleng. Gue tanya si bedebah sohib. Bingung linglung. Sumpah kalau elu pada jadi gue pasti langsung darah tinggi. Berang sekali gue terhadap manusia-manusia ini. Shitttt!!! Jadilah gue ama bedebah sohib kayak kucing ditinggal induknya. Gue langsung meluapkan amarah ke bedebah sohib ini. Berbagai macam makian gue semprot ke dia. Gue dengan tampang melengos gini. Padahal tadi udah rapi dan tamvan. Sekarang kumuh bau keringat macam pemulung pasar pinggir jalan. How god damn it! Berbagai macam nama hewan gue sebutin buat melimpahkan kegilaan ini. Stres gue dibuatnya. Gue caci maki itu si Bapak Yth. Ketua OP3MIA beserta Cepu.
     Lama menunggu, membuat gue sama si bedebah sohib pesan langsung go-car secepatnya. Kami beranggapan mereka udah duluan. Saat go-car dalam perjalanan, dua objek tak dikenal memasuki bumi. Tampak seperti kita as the  human, tapi mata gue entah kemasukan debu atau apa melihat buram seperti memandang konyol kesana. Gue gak tau mau bilang apa, kosa kata binatang sudah kumuntahkan beberapa saat yang lalu. Emosi telah luluhlantak ke bedebah sohib. Suara gue serak. Keringet udah kering macam gurun pasir. Satu yang pasti, kecewa gue melihat dua sosok cucu Adam itu. Tahukah kalian dimana mereka selama gue dan bedebah sohib seperti kucing hilang induknya? Mereka watados ke indomaret!?!?!! Dengan alasan yang tak relevan, yaitu: "belum sarapan". Hoiiiii.... Gue juga belum sarapan! Bedebah betul mereka. Jadilah kami pagi itu saling diam di dalam mobil. Tanpa percakapan sama sekali. Bedebah sohib sibuk scroll hp dia. Gue hanya termangu menatap jalanan kota Solo yang mulai macet. Ah, semoga tidak terlambat, kata gue dalam hati. Sampai sana mbak WO langsung menuntun kami ke arena pernikahan tersebut dan menunjukkan dimana kami harus duduk. Ternyata acara nya pas banget kita masuk ke ballroom barisan pengantin sudah siap untuk mulai. On time. Aku langsung membaur ke rombongan akad nikah di meja tengah depan panggung. Disanalah akad akan segera dilaksanakan. Gue disediakan kursi yang berbeda agar gue gampang mencarinya. Gue duduk di antara bapak-bapak yang pake baju adat jawa lengkap dengan blankon kebanggaan tersemat di kepala. Serta bapak penghulu bersongkok hitam dari kementerian agama sebagai pemimpin akad tersebut. Gue duduk diam sambil memegang erat kitab suci-Nya. Sesekali gue memperbaiki posisi peci. Oke, mantaplah sudah. Kameramen mulai sibuk. Bagian dokumentasi terlihat repot membawa peralatan fotografi. Suasana sunyi dan khidmat. Tak pernah gue ikut acara akad seperti ini. Ternyata jauh lebih serius dari yang gue bayangin selama ini. Bahwa ini tak semudah membalik telapak tangan. Tak sesederhana sidang pleno OP3MIA. Tak ada canda tawa. Tak ada suara. Hening sejenak, hanya terdengar suara khas bapak penghulu yang tegas dan serius. Tampak guru gue, Ustadz Reyhan memandang sedikit sedikit ke arah gue.
        Dari situ gue paham tatapan beliau. Aduh tadz, maaf kami datang sedikit terlambat. Prolog dari penghulu pun selesai. Giliran gue yang kerja.


(1.4) Si Cepu tanpa senyum
Setelah dipersilahkan oleh MC(btw gue gak MC di acara ini ya) gue buka perlahan Al-Quran lantas mengucap salam kepada para hadirin. Sepintas gue merasa gak pantas di kursi kehormatan ini. Beberapa saat yang lalu, tak terhitung kata-kata kotor yang keluar dari mulut gue. Bibir gue serasa kelu dan merasa bersalah menodai ayat-ayat suci tersebut. Tapi gue punya dalih untuk melakukan itu semua. Kecuali kata-kata kotor itu. Mungkin marah tak bisa mengubah apa pun. Tapi dengan melampiaskan emosi secara positif kau bisa menolong dirimu sendiri. Ini bukan saatnya gue termenung sama kesalahan gue. Di hadapan gue,  sekumpulan orang sudah menunggu lantunan kalam ilahi demi kelancaran acara ini. Kutatap lagi hadirin seraya mengambil nafas dalam- dalam. Sendu, itu rasanya ketika membacanya. Baru kali ini aku lebih bisa menghayati bacaanku. Gue seperti diejakan oleh suara yang pemiliknya sendiri adalah gue. Biasanya jika kita gugup kita seakan mati rasa tak dapat mendengar apapun walau itu suara kita. Ini malah yang kurasakan rasa tenang seolah-olah tempat ini milik gue. Kesempatan ini adalah hak gue. Waktu seakan berhenti sejenak demiku seorang. Hingga habis sudah ayat tentang pernikahan tersebut. Kututup dengan gaya bacaan rhos yang mendayu sendu. Seperti pagiku kali ini.              Akad pun dilanjutkan oleh penghulu. Itulah masanya dimana gue bisa lihat live akad nikah. Gue ikut terlibat di dalamnya. Ustadz Reyhan yang gugup. Peluh membasahi dahi. Tangan gemetar menerima jabat tangan sang penghulu. Disusul mempelai wanita diiringi para pendampingnya masuk menuju meja akad. Amboi, betapa anggunnya wajah wanita ini. Beruntung sekali guru gue punya istri jelita bemata aduhai ini. Eits, gue belum saatnya kali. Lantas setelah janji suci diikrarkan, selesai sudah acara tegang nan mendebarkan ini. Sederetan acara dimulai secara normal. Setelah itu kami foto bersama dengan beliau dan istrinya. Yang gue heran, si Cepu ini kayaknya kagak bisa senyum. Emang ini bocah the man without expression. Hahaha. Sebelum melepas kami pergi, beliau bilang bahwa mereka amat sangat berterima kasih karena acara dapat berjalan dengan lancar. Gue merasa gak enak. Perasaan bersalah kami bertambah saat beliau bilang jika seandainya kami nanti menikah, Beliau siap dipanggil untuk dimintai pertolongan. Itu janji beliau yang ia gigit kuat selama ini.
     Gue agak lega juga sih. Karena sehabis performa gue tadi Bapak Yth. Ketua OP3MIA beserta si Cepu minta maaf sama gue. Mereka bilang bisa-bisanya mereka gak tau kalau gue tampil pertama. Yahhh, gue maafin aja dah. Karena ketika teman itu saling bertengkar, lalu sehabis itu berbaikan. Maka benang-benang relasi antar teman tersebut menjadi semakin  kuat, kokoh tak terbilang. Sehingga pada akhirnya membentuk koneksi kuat untuk kita lebih peka dan peduli terhadap keadaan sekitar. Finnally, as you see... SUCCESSFULLY! 

Komentar

  1. whah cerita nya sangat menarik tetap berkarya akan saya tunggu karya anda selanjut nya

    BalasHapus
  2. Makasih sudah berkunjung kak.... Do'akan daya berkarya lebih baik lagi😀🙏

    BalasHapus
  3. bagus gan ceritanya, perbanyak lagi agar banyak visitor yg datang kemari, jan lupa berkunjung yah,

    www.pediainaja.site

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asiappp... Makasih udh sempet berkunjung...

      Hapus
    2. bagus sekali mas tulisannya, tetap berkarya ya :)

      Hapus
    3. Yuhuu.... Doakan yaaaa😂🙏

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seru!!! Pulang Bersama Konsulat PPMI Assalaam

          Ribetkah? Sebagai aku @arifrahmanfahasbu? Jawabannya iya. Banget malahan. Terutama kami yang " nyantri "  di @assalaamsolo harus pulang dengan mempersiapkan sebaik-baik rencana dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Apalagi dengan segudang persyaratan buat perpulangan. Harus pakai konsulatlah jikalau tak dijemput orang tua. Gak boleh keluar kompleklah. Kita bahkan harus nge-cancel semua yang sudah kita persiapkan jauh-jauh hari sebab si @corona.virus.inf0( corona virus disease 2019 )       Tapi setidaknya ada yang patut disyukuri. Entah hanya aku yang merasa, tapi biarlah kubagikan sedikit kesyukuran dibalik apa yang kualami. Come on ... cause of that , kami yang dari Konsulat Sumatera bisa perpulangan bareng. Ah alay, gitu doang... Memang cuy, tapi aku bersyukur bisa bareng gini. Ada kejadian menarik tadi saat di bandara. Seseorang perempuan membawa bola kesayangannya hanya untuk bisa dimainkan saat di rumahnya, Bengkulu . Aku sempet mikir ini cewe ngapain

Romansa Imaginer

       Bilamana kita menapaki masa remaja. Tak kunjung sampai ke sebuah titik pola pikir yang matang. Kosa kata ini muncul bak matahari terbit di ufuk timur. Amat menawan. Menjanjikan harapan dan janji masa depan cemerlang. Kala kita sekali saja memandang. Tak kunjung bosan dan enggan sekali memalingkan diri sejenak. Saat itulah kita berada dalam dimensi yang statistika teratur tak lagi tampak. Konfigurasi tanpa objek dan sasaran. Membumihanguskan nalar dan kelogisan. Hingga tak sadar saat teriknya mulai terasa. Mengambil alih kesadaran. Dengan durasi waktu yang tidak sedikit. Kurun waktu jangka panjang. Boleh jadi takkan  pernah sadar. Begitu bengis dan biadabnya. Ialah "cinta".           Lain halnya jika kita lebih bijak memilah dan  mengatur secara akurat, menuju matahari yang agaknya condong di ufuk barat. Hingga kita lebih dari sekedar takjub. Memandangnya adalah ketenangan. Menghapus penat tak terperikan. Sajian tepat menuju malam yang panjang. Mengalihkan luka yan

Rangkap Tiga jadi Satu (Alkuna—Alkana)

       Hanya anggapan semata jika tak terlalu paham manakala dunia begitu indah berputar. Semuanya musti dan pasti berubah. Karena sang hukum semesta pertama tak akan pernah bisa singgah. Sejenak pun mana peduli dengan sekitarnya. Sedetik pun mana sudi menolehkan pandang. Ialah waktu, yang dengan namanya Tuhan bersumpah. Betapa rugi mereka yang tak benar paham, menyertai waktu adalah harapan. Badai pasti berlalu, karena waktu tak kenal lelah berjalan. Hujan segera reda, sebab waktu tak pernah mengenal kata usai. Ketahuilah, boleh jadi satu-satunya hal yang takkan musnah di semesta ini adalah waktu. Bagaimanalah, sebab amat mustahil ia musnah dan tiada. Bagaimana kehidupan akan berjalan setelahnya. Bagi kalian yang percaya bahwa ada kehidupan setelah kematian, waktu tak benar-benar lenyap. Membingungkan bukan? Mau tak mau ia harus tetap ada. Keberlanjutannya must be exist.          Diantara banyaknya corak di dunia ini, gue adalah salah satu titik kecil. Berada dalamnya, terlibat ol