Langsung ke konten utama

POSA 32, Sepekan Mengolah Raga

         Hari-hari penuh sesak, keluh kesah menyelimut berkabut saat Ujian Tengah Semester hampir selesai. Lah, kok bisa begitu ya? Siapa bilang kalau kami,  habis ujian selesai lantas bisa menikmati euforia nafas lega begitu saja? Not us. Ada yang bilang kalau satu masalah selesai, datang deretan masalah sebelum sempat kita mengambil nafas. Itu membuktikan bahwa kita terus tumbuh menuju ke level berikutnya yang lebih menggelegar gempar dari sebelumnya. Memang ini adalah event refreshing yang dibuat sedemikian rupa agar para santri Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam melupakan sedikit hiruk pikuk selama UTS. Itu kalian, wahai, para bocah kelas 7 hingga 10. Karena dibuat sedemikian rupa itulah kami harus membiarkan sedikit alam sadar kami yang bahkan belum mendapatkan sensasi selesai ujian. Hei, tahukah kalian bagaimana susahnya membuat sebuah awal? Karena mengikuti tak lebih baik dari seuntai ekor yang terjulur kaku. Terombang ambing tak tentu arah. Patuh manut. Lain halnya mereka yang sedikit saja mau mencurahkan pikiran atas dasar ingin maju. Meski masih berbentuk keinginan. Itu sudah kategori melangkah. Satu langkah awal. Karena realita takkan pernah ada tanpa hadirnya ekspetasi. Warna putih takkan ada tanpa warna hitam. Pun pintar akan tiada jika bodoh telah lama lenyap, raib tak berbekas seperti ditelan bumi. Ada masanya ini itu harus ada. Tidaklah naif jika bodoh punya tempat tersendiri. Manusialah yang tak bisa berpikir bahwa setiap kata pasti punya pesonanya masing-masing . Karena itulah mereka ada. Diciptakan oleh sang pasak kuncinya kata pra-kata di semesta yang ia pun diungkapkan oleh kata. Tak ayal lagi, acara terbesar kedua di sekolah ini yang menjadi salah satu dari luasnya semesta musti termaktubkan dalam untaian kata. Percayalah, ini tak akan sia-sia. Bukan begitu?
(1.1) Rekan sejawat

    POSA 32 (Pekan Olahraga Santri Assalaam) merupakan acara yang dinanti-nantikan oleh para pecinta olahraga demikian halnya santri Assalaam.  Diselenggarakan setiap satu tahun sekali pada semester satu tepatnya setelah Ujian Tengah Semester. Kali ini, dengan mengusung slogan kebanggaan, "Play your best, Break the limit", acara ini diharap mampu menjadi tolak ukur seberapa mahir mereka dalam bidang olahraga serta mampu menjadi sarana refreshing setelah menghadapi ujian. Hal ini menjadi tontonan yang cukup menarik pula bagi mereka yang tak berminat di bidang olahraga. Euforia yang mencekam. Jiwa-jiwa kompetitif. Sportivitas tanpa batas. Semuanya tereaksikan dalam POSA 32. Tentu saja hal ini tetap menjadi naungan OP3MIA (Organisasi Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam) sebagai pengurus pondok, terkhususnya bagian Olahraga (Sport Section). Maka keluh kesah selama acara tersebut berlangsung, menjadi momen yang tak patut dilupakan. Apalagi dianggap remeh temeh sebagai kenangan kecil bermodal ingatan. So, gue menulisnya di sini sebagai potongan puzzle terakhir meski nanti gak bakal lo semua baca.

(1.2) Dengan modal jas minjem

        Sejatinya, gue ngerasa ada yang agak eksentrik dan absurd di acara ini. Belum pernah gue lihat all of participant yang secara keseluruhan menggebu-gebu macam burung merak jantan menggoda betinanya. Gerakan dan guncangan tubuh mereka yang kompak. Manuver barisan tiada cela. Kostum senada. Bukan main. Hebat betul acara ini. Dan gue baru sadar saat menginjak kelas 11 bahwa semua itu adalah hal yang sudah dirancang sedemikian rupa dengan sedikit noda berdasarkan tradisi belaka. Ada unsur yang tak bisa diterima oleh akal sehat. Terkadang ancaman adalah motivasi terbaik. Tapi menurutku itu bukanlah cara yang terbaik. Jadi, para kontestan diancam agar mengikuti acara tersebut dengan segenap prosedur demi kemenangan semu yang hampa. Terlebih lagi,  mereka malah tergiur tanpa tahu sama sekali apa yang telah menunggu mereka di akhir nanti. Sama halnya terhadap mereka yang terhampar rapi bak prajurit siap perang. Bedanya mereka sama sekali tak sadar jika tak membela apapun. Memang terpaksa boleh jadi bisa terbiasa. Karena terbiasa, jadilah kebiasaan. Ternyata acara ini menggunakan konsep tradisi kebiasaan. Institusi serta konvensi. Semacam kode etik bilangan genap ganjil di tiap angkatannya. Paham? Gue dulu juga nggak mafhum aturan tersebut.  Jadi gini,  acara ini diikuti oleh lima angkatan. Semuanya wajib ikut, tanpa terkecuali. Kelas 7-9 MTS, kelas takhasus (kelas adaptasi) serta kelas 10. Sedangkan seluruh kelas 11 sebagai panitia acara. Dan kelas 12 tidak diperbolehkan berkompetisi. Tak payahlah mereka ikut berpartisipasi. Karena bukan masanya mereka bermain-main lagi. Ujian kelulusan pondok telah menanti. Belum lagi ujian nasionalSBMPTN, SNMPTN, UAMBN, dan masih banyak lagi ujian lainnya. Cukuplah mereka melihat sambil mengenang betapa serunya event tersebut. Nah, kembali ke persoalan tadi bahwa jika panitianya adalah kelas 11 yang berlabel ganjil, maka otomatis pemenang the general champion of year adalah kelas 9 yang berlabel ganjil pula. See?  Logikanya, kalau setiap tahun panitia acara tersebut berasal dari kelas 5, maka juara umum pun pasti kelas 9 yang notabennya ganjil. Lah, terus kelas 7 kan label ganjil? Kawan, mana mungkin kelas yang yang ada di strata terbawah bisa menang. Seberapa besar usaha yang dilakukan tidak akan ada hasilnya. Perlombaan jadi kehilangan nilai kompetensinya. Persaingan tak sehat. Sungguh kasihan kelas 10 sebagai junior tertua yang selalu meregang kekalahan telak penuh tipu daya. Terus menerus berlangsung macam jalan yang tak berujung. Betapa naif acara tersebut dengan aturan ilegalnya, menodai slogan-slogan yang telah ada dengan merusak paksa nilai -nilai sportivitas.
(1.2) POSA 31: tradisi ditiadakan

         Akan tetapi, tradisi tersebut mulai luntur tatkala sempat terputus pada masa POSA 31 yang top general championnya diraih oleh kelas 10 berlabel genap. Usut punya usut, pada masa POSA 30 terjadi kekisruhan dan perselisihan sengit yang menyebabkan bentrok antara kelas 10 dengan segudang dendam dan kelas 9 yang berusaha memaknai kemenangannya adalah hak yang sudah digariskan sebagai bentuk balas dendam terhadap POSA sebelumnya. Karena hal ini terjadi bertahun-tahun. Maka harus ada masa di mana mata rantai ini harus dipotong supaya tidak menciptakan kejadian serupa. Dan di POSA 32 kali ini, kami para panitia menetapkan kelas 10 sebagai the general champion of year dan favorite champion bagi kelas 7. Bagaimana nasib kelas 9? Haha. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. They are nothing get anything. Tak dapat apa-apa. Gue agak geli sih menyerukan siapa the general championnya. Soalnya ketika acara penutupan semuanya seperti berhasil kami sihir dengan perjalanan singkat drama yang akan menentukan siapa yang pantas untuk menang. Soalah-olah setiap scene dari drama tersebut penting dan tak boleh dilewatkan. Jujur, gue ketawa aja. Karena guelah yang menyelesaikan hal ini dan nantinya menguras air mata kelas 3. Serta memcabut akar kesombongan dan kebanggaan mereka selama ini. Btw, gue jadi MC di acara tersebut. Bersama rekan sejawat sejak zaman batu gue, Haikhal Fazad. Bermodal jas biru hasil pinjaman kakak kelas (itu namanya gak modal woyyy!!!). Bagaimanalah, kami hanya ingin tampil beda dari POSA sebelumnya yang mengenakan pakaian adat daerah. Seperti POSA 31 dengan pakaian adat Padang. Maka gue ama Haikhal memutuskan pake jas biru muda biar menambah kesan elegan dan senada dengan background POSA 32. Bersama kami serukan sang pemenang sesungguhnya dan menjadi cikal bakal timbulnya POSA yang sejati. Memang tak mudah menerima ini semua. Tradisi tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya. Mendarah daging bagi setiap nadi dan sendi kebiasaan. Setiap kompetisi pasti selalu ada menang dan kalahnya. Namun jika ego telah menguasai akal sehat, dendam tak dapat dihalau. Kebencian pun meranggas begitu luas dan terpatri begitu saja dalam lubuk hati terdalam. Karena benci punya makna yang amat dalam. Kata itu menunjukkan permusuhan yang hebat. Meracuni tubuh dan hati. Menjelma menjadi dendam kesumat tak berkesudahan. Tak dapat terbalaskan. Tak bisa memuaskan. Kita boleh aja nggak suka atau nggak senang. Tapi benci itu sesuatu yang amat tajam.
Sudah tiba masanya bagi POSA  untuk tutup buku dan membuat lebaran penuh arti, dengan segenap konsistensi dan dedikasi, raih juara tanpa tradisi.

Salam POSA 32,


Regards without tradition

Komentar

  1. mantull blog nya, salam blogger pemula jan lupa berkunjung yah

    www.pediainaja.site

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih udah berkunjung gan... Udah baca blog nya kok... Lbh mantappu jiwa

      Hapus
  2. Menarik bro, kalo bisa tambahin video dan fotonya di perbanyak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya nih... Soalnya kurang dokumentasinya... 😅
      Makasih udh sempet mampir

      Hapus
  3. Balasan
    1. Makasih kak... Give me correction more soon yaaa

      Hapus
  4. ini sudah lumayan banget tulisannya terus konsisten menulis sambil belajar infografis dan tampilan. aku juga masih banyak banget belajar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih udh berkunjung kak... Salam Blogger! Semoga bermanfaat

      Hapus
  5. Balasan
    1. Hahaha... Hope u read korelasi agar Terkoneksi sih... There is you

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seru!!! Pulang Bersama Konsulat PPMI Assalaam

          Ribetkah? Sebagai aku @arifrahmanfahasbu? Jawabannya iya. Banget malahan. Terutama kami yang " nyantri "  di @assalaamsolo harus pulang dengan mempersiapkan sebaik-baik rencana dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Apalagi dengan segudang persyaratan buat perpulangan. Harus pakai konsulatlah jikalau tak dijemput orang tua. Gak boleh keluar kompleklah. Kita bahkan harus nge-cancel semua yang sudah kita persiapkan jauh-jauh hari sebab si @corona.virus.inf0( corona virus disease 2019 )       Tapi setidaknya ada yang patut disyukuri. Entah hanya aku yang merasa, tapi biarlah kubagikan sedikit kesyukuran dibalik apa yang kualami. Come on ... cause of that , kami yang dari Konsulat Sumatera bisa perpulangan bareng. Ah alay, gitu doang... Memang cuy, tapi aku bersyukur bisa bareng gini. Ada kejadian menarik tadi saat di bandara. Seseorang perempuan membawa bola kesayangannya hanya untuk bisa dimainkan saat di rumahnya, Bengkulu . Aku sempet mikir ini cewe ngapain

Romansa Imaginer

       Bilamana kita menapaki masa remaja. Tak kunjung sampai ke sebuah titik pola pikir yang matang. Kosa kata ini muncul bak matahari terbit di ufuk timur. Amat menawan. Menjanjikan harapan dan janji masa depan cemerlang. Kala kita sekali saja memandang. Tak kunjung bosan dan enggan sekali memalingkan diri sejenak. Saat itulah kita berada dalam dimensi yang statistika teratur tak lagi tampak. Konfigurasi tanpa objek dan sasaran. Membumihanguskan nalar dan kelogisan. Hingga tak sadar saat teriknya mulai terasa. Mengambil alih kesadaran. Dengan durasi waktu yang tidak sedikit. Kurun waktu jangka panjang. Boleh jadi takkan  pernah sadar. Begitu bengis dan biadabnya. Ialah "cinta".           Lain halnya jika kita lebih bijak memilah dan  mengatur secara akurat, menuju matahari yang agaknya condong di ufuk barat. Hingga kita lebih dari sekedar takjub. Memandangnya adalah ketenangan. Menghapus penat tak terperikan. Sajian tepat menuju malam yang panjang. Mengalihkan luka yan

Rangkap Tiga jadi Satu (Alkuna—Alkana)

       Hanya anggapan semata jika tak terlalu paham manakala dunia begitu indah berputar. Semuanya musti dan pasti berubah. Karena sang hukum semesta pertama tak akan pernah bisa singgah. Sejenak pun mana peduli dengan sekitarnya. Sedetik pun mana sudi menolehkan pandang. Ialah waktu, yang dengan namanya Tuhan bersumpah. Betapa rugi mereka yang tak benar paham, menyertai waktu adalah harapan. Badai pasti berlalu, karena waktu tak kenal lelah berjalan. Hujan segera reda, sebab waktu tak pernah mengenal kata usai. Ketahuilah, boleh jadi satu-satunya hal yang takkan musnah di semesta ini adalah waktu. Bagaimanalah, sebab amat mustahil ia musnah dan tiada. Bagaimana kehidupan akan berjalan setelahnya. Bagi kalian yang percaya bahwa ada kehidupan setelah kematian, waktu tak benar-benar lenyap. Membingungkan bukan? Mau tak mau ia harus tetap ada. Keberlanjutannya must be exist.          Diantara banyaknya corak di dunia ini, gue adalah salah satu titik kecil. Berada dalamnya, terlibat ol